BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut UU Sistem
Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan
yang diperlukan dirinya, masyakarat, bangsa, dan Negara. Pendidikan sebagai
wadah untuk dapat memperbaiki martabat bangsa dan kehidupan bangsa, dengan
artian pendidikan mempunyai arti peranan yang sangat penting dalam perbaikan
negara dan kemajuan suatu bangsa.
Kemajuan suatu
bangsa dan mutu dari suatu pendidikan sangat ditentukan oleh sumber daya
manusia, sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pada
pendidikannya. Salah satu permasalah pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia
adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang satuan pendidikan,
khususnya pendidikan anak usia 1-5 tahun.
Usaha peningkatan mutu pendidikan adalah tanggung jawab semua pihak dalah
pendidikan terutama bagi guru SD, yang merupakan ujung tombak dalam pendidikan
dasar. Guru SD adalah orang yang paling berperan dala menciptakan sumber daya
manusia yang berkualitas yang dapat bersaing dalam perkembangan zaman.
Peningkatan mutu
pendidikan berkaitan dengan bagaimana ilmu pendidikan itu dapat dikembangkan
sesuai tuntutan pembangunan dan masyarakat. Filsafat sebagai salah satu cabang
ilmu yang merupakan pengembangan dari filsafat umum berfungsi untuk menjawab
permasalahan-permasalahan pendidikan mempunyai peranan penting pula dalam
memajukan suatu bangsa. Karena dengan adanya filsafat pendidikan
permasalahan-permasalahan pendidikan akan terpecahkan, sehingga secara nyata
akan mengembangkan ilmu pendidikan sesuai dengan permasalahan yang timbul dan
tuntutan pembangunan. Oleh karena itu, penulis akan menjabarkan tentang “MASA KANAK-KANAK 1-5 TAHUN (Periode Esteis)”,
sebagai rujukan tenaga pendidikan untuk memecahkan masalah pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang di atas, maka dirumuskan beberapa masalah yaitu: “Apa pentingnya
pengenalan tentang psikologi anak pada usia 1-5 tahun ?”
C.
Tujuan
1. Untuk
memberikan pengetahuan tentang pengenalan psikologi anak pada usia 1-5 tahun.
2. Untuk
mengetahui pertumbuhan anak pada usia 1-5 tahun.
3. Sebagai
jalan untuk mendidik anak dimasa depan.
4. Untuk
menguatakn kemampuan berfikir anak.
BAB II
PEMBAHASAN
“MASA
KANAK-KANAK 1-5 TAHUN”
(PERIODE ESTETIS)
A.
Naluri
dan Pengenalan
Anak
dilahirkan di dunia dalam konidisi serba kurang lengkap sebab semua naluri,
fungsi jasmaniah, serta rohaniahnya belum berkembang dengan sempurna. Oleh
karena itulah anak manusia mempunyai kemungkinan panjang untuk bebas berkembang
yaitu untuk “Survive” mempertahankan
hidup, dan untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan.
Dilihat
dari sisi lain manusia sangat sempurna dibandingkan dengan mahluk lainya, akan
tetapi manusia dilahirkan dengan belum sempurna. Berbeda dengan seperti halnya
Hewan, dia dilahirkan sudah sempurna sejak lahirnya dan dia berkembang dengan
nalurinya sehingga kemampuannya tidak bertambah banyak hanya mengunakan naluri
yang sudah ada.
Sebaliknya anak manusia tidak diikat dengan naluri tetap, tetapi anak manusia biasa
mengembangkan sampai batas maksimum. Sehingga proses perkembangan anak masa mudanya lebih lama dan memerlukan usaha belajar yang lebih banyak
dan juga semua ini memerlukan bantuan dari orang dewasa.
Pada
tahun pertama anak cepat mengenal lingkungan tempat tinggalnya. Pengertian dan
pengenalan banyak dipengaruhi oleh aktifitas/ usaha orang dewasa namun dia
masih dibatasi oleh rasa belum sadar. Sehingga ia melihat lingkungan dengan
pandangan Primitif sederhana. Pengamatan ini disebut COMPLEX-QUALITA, artinya: pengamatannya
merupakan suatu totalitas, sebab anak belum bisa membedakan bagian-bagian
detailnya.
Sarjana
William Stern, menyatakan kemampuan
penalaran bayi dan anak-anak itu sebagai berikut:
1. URRAUM
( Ruang lingkup asal)
Mula-mula
anak bayi hidup dalam milieu yang sangat sempit, yaitu dibatasi oleh kebesaran
sosok badan sendiri
2. NAHRAUM (Ruang
Lingkup)
Sesudah
beberapa minggu usianya, ruang-lingkup ini mulus sampai lingkungan yang dekat.
3. FERNRAUM
(Ruang lingkup jauh)
Dan
sudah beberapa bulan kemudian, ruang lingkup tersebut lebih melebar luas sampai
lingkungan yang jauh.
Di
sisi lain ada orang yang menyebutkan periode 1-5 tahun ini sebagai Tahun-Kurtural
pertama penuh kebodohan (domme verreljaar). Dan masa kanak-kanak tersebut
dibatasi atau diakhiri dengan masa menentang pertama atau TROTZALTER pertama.
Beberapa
ciri khas masa kanak-kanak yang dapat disebutkan, berdasarkan pendirian ilmu
jiwa moderen:
a. Bersifat egosentris-naif
b. Mempunyai relasi sosial dengan benda-benda
dan manusia yang sifatnya sederhana dan primitif.
c. Ada kesatuan jasmani dan rokhani yang hampir-hampir
tidak terpisahkan sebagai satu totalitas.
d. Sikap hidup yang fisiognomis
B.
Sifat
Egosentris Naif
Egosentris
atau
paham mementingkan diri sendiri adalah sifat yang buruk dan dimiliki
seseorang karena atribut tersebut dikehendaki dan disadari benar, karena selalu
mengutamakan kepentingan diri sendiri.
Egosentrisme
yaitu
sebaliknya berlangsung secara tidak sadar dan merupakan sikap batin yang
dimiliki seseorang sebagai pembawaan. Anak yang belum mampu memahami arti
sebenarnya dari suatu peristriwa dan belum mampu pula menempatkan diri ke dalam
kehidupan batiniah orang lain. Secara tidak sadar dia menganggap dirinya
sebagai pusat dari dunia ini.
Dengan
demikian egosentris pada umunya terdapat pada anak kecil. Sebab secara naif dia
sangat terikat pada dirinya sendiri sebagai akibat dari awal perkembangan
kehidupan jiwaninya.
Sikap
egosentris yang naif ini bersifat temporer atau sementara, senantiasa
dialami oleh setiap anak dalam proses perkembanganya. Dan setiap anak dibawah
umur 3 tahun hampir selalu bersikap egosentis naif.
C.
Relasi
Sosial yang Primitif
Sebagai
akibat dan sifat egosentris naif, realisasi sosial dengan lingkungan masih
sangat longgar. Disebabkan karena anak belm sadar menghayati kedudukan diri
sendiri dalam lingkunganya. Sehingga dunia sekitar itu belum tampil sebagai
kesatuan obyektif tersendiri. Karenanya, ikatan sosialnya masih bersifat simpel
dan primitif
Ringkasnya,
kehidupan individual dan kehidupan sosial masih belum terpisahkan oleh anak.
Anak hanya bisa meminati benda-benda dan peristiwa sesuai dengan dunia-fantasi
dan dunia keinginanya atau membangun dunianya sesuai dengan khayalan dan
keinginannya.
D.
Kesatuan
Susunan Rohani yang Hampir Tak Terpisahkan
Fase
kehidupan pertama, dunia lahiriah dan dunia batiniah anak masih belum terpisahkan,
artinya anak belum dapat memahami perbedaanya. Oleh karena itu penghayatan anak
dikeluarkan/di-ekpresikan secara bebas, sepontan, dan jujur dalm memiliki
gerak, tingkah laku, dan bahasanya.
Sebaliknya,
pada orang dewasa sukar dikenal kepribadian sebenarnya dengan melihat bentuk
lahirnya. Tingakah laku orang dewasa itu tidak sepontan, sering tersembunyi,
semua pura-pura, diperhitungkan, dipikir lebih dahulu,lebih halus (refined) dan
lebih bergaya.
Kesatuan bulat dari kehidupan lahir
dan batin dari anak yaitu:
- Seorang anak biasanya akan menangis bukan
saja dengan mata dan suara akan tetapi juga dengan anggota badan dan seluruh
tubuhnya.
- Sebaliknya, apabila dia bergembira-ria,
kehidupan batinnya ditampilkan pada gerakan tangan, kaki, mata, suara, yang
seluruh refleksi kecerahan hatinya.
Dengan
bertambahnya umur anak akan menjadi sadar antara kehidupan lahir dan batinnya.
Dan anak mulai belajar mengendalikan dan mengontrol ledakan-ledakan kehidupan
jiwanya.
E.
Anak
Bersikap Fisiognomis Terhadap Dunia Sekitarnya
Anak
Fisiognomis artinya: anak secara langsung memberikan atribut/sifat lahiriah
atau materiil (sifat kongrit, nyata seperti sifatnya benda-benda). Peristiwa
tersebut disebabkan oleh pemahaman anak secara totaliter tentang kesatuan
jasmani dan rokhani dikarenakan perkembangan jiwa yang awal. Seperti halnya
segala sesuatu di sekitarnya dianggap sebagai berjiwa seperti dirinya
sendiri. Seperti halnya anak sering bercakap-cakap sendiri, bertutur kata
dengan bonekanya, mainan dan lain-lain benda dan juga orang adalah seindah
perasaan hati sendiri. Periode ini disebut sebagai Periode Estetis.
F.
Masa
Kritis dan Trotzalter Pertama
Perkembangan
bayi anak-anak yang masih muda sangat bergantung pada pemeliharaan bantuan
orang dewasa, terutama ibunya yang mutlak. Anak yang berumur 2-4 tahun ingin
melepaskan diri dari pengaruh kewibawaan ibunya. Setelah itu anak mulai
mengenal AKU atau Egonya, dan sadar akan tenaga dan kemampuan sendiri. Sehingga
ia tidak bernggapan tidak memerlukan ibunya lagi dan ia berbuat semaunya
sendiri, mulai jadi tegar dan keras kepala.
Penemuan
AKU-nya, periode ini disebut sebagai masa menentang
atau Trotzalter pertama. Disebut juga fase negatif, fase beraja-raja (kemeraja-raja) atau Verneinung. Fase ini berlangsung kira-kira 2-10 bulan
dan akan hilang dengan sendirinya. Pada anak timbul dorongan yang sangat
kuat, yaitu PENGAKUAN DIRINYA.
Dampak pengakuan diri anak sering agresif, emosi meluap-liap, terutama
keinginanya tidak dituruti. Masa menentang ini disebut pula sebagai masa transisi yaitu: Masa peralihan
dari satu masa pertumbuhan melompat pada masa perkembangan lainya. Pada umumnya
ditandai oleh ledakan tingkah laku yang kuat dan revolusioner sifatnya.
Anak
yang akal budinya masih primitif belum mengenal dunia sekeliling dengan baik,
membesar-mbesarkan kehidupan fantasinya setiap peristiwa maka anak menjadi
takut, bingung dan gelisah. Kemudian anak itu akan menjadi mandiri dengan rasa
cemas, takut,rendah diri, ragu-ragu dan kebingungan. Pada suatu saat ia tidak
memerlukan bantuan ibunya.Tapi pada saat yang sama dia keras sekali
berteriak-teriak minta pertolongan ibu untuk mengatasi kesulitan
ketidakberdayaannya. Masa menentang ini disebut masa Periode-rebelli (Rebellion-pemberontakan) atau periode pra-oedipul
Dengan
munculnya tingkah laku keras kepala dan semau gue adalah rangsangan oleh
keinginan menurut hak-haknya dan menurut pengakuan terhadap egonya. Ada usaha
eman untuk melepas kekangan bagi dirinya, atau pribadi ibunya dianggap
sebagai terlalu “berkuasa”. Masa menentang ini disebut sebagai masa kritis/
genting karena mengundang bahya berupa:
1. Salah
tingkah dari orang tua yang kurang bijaksana serta tidak sabaran.
2. Salah
bentuk dari kebiasaan-kebiasaan anak yang buruk, (misal menjadi terlalu manja,
bengal yang berkepanjangan dan lain-lain)
Penting
untuk diyakini bahwa periode menentang ini tidak ada sangkut-pautnya dengan
pembawaan buruk anak. Karena merupakan satu peristiwa fase perkembangan yang
wajar pada pemekaran individu anak yang norma atau keharusan dalam
perkembangan yang normal Emosi-emosi, bertentangan, konflik batin antara
rasa ketakutan lemah dan rasa kuat besar akan sirna dengan sendirinya. Oleh
karena itu masa kritis ini disebut masa pancaroba, yang menimbulkan
kerepotan di pihak ibu dan memerlukan kebijaksanaanya.
G.
Seksualitas
Awal Pada Anak
Menurut
Sigmund Freud fase pertama dari
perkembangan anak-anak sebagai masa pragnetial,usia 0-2 tahun,yang di bagi atas
masa-oral dan masa-anal, Kedua masa ini bersifat sama. Karena pada masa ini
anak belum menyadari benar akan arti dan perbedaan alat kelamin .
Fase
kedua merupakan titik puncak dari diferensiasi seksual / kesadaran akan
perbedaan seksual terjadi pada usia 3,5 tahun, pada fase ini anak laki-laki dan
perempuan sangat meminati pada organ tubuh masing-masing.
H.
Arti
Bermain Bagi Anak
Pada
usia ini anak lebih senang bermain. Kegiatan anak kecil itu lebih tepat jika
disebutkan sebagai usaha mencoba-coba dan melatih diri. Karena hakekatnya
kegiatan ini disertai intensitas kesadaran, minat penuh dan usaha yang keras. Walaupun
permainan itu tampaknya tidak bertujuan
namun bisa memegang peranan penting dalam latihan pendahuluan.
Melalui
permainan, Anak mendapatkan macam-macam pengalaman yang menyenangkan, sambil
menggiatkan usaha-belajar dan melaksanakan tugas-tugas-perkembangan,
Ada
beberapa teori yang menjelaskan arti serta arrti nilai permainan. Yaitu :
1.
Teori rekreasi dikembangkan oeh Schaller dan Lazarus, mereka menyatakan permainan itu sebagai kesubukan
rekreatif, sebagai lawan dari kerja dan keseriusan hidup
2.
Teori pemunggahan (Ontladingsheorie)
Menurut sarjana inggris Herbert Spencer, permainan itu
disebabkan oleh mengalir – energi, teori ini disebut pula sebagai teori
“Kelebihan Tenaga”
3.
Teori atavistis
Menurut sarjana Amerika Stanley Hall dengan pandangannya menyatakan
bahwa selama perkembangannya, anak akan mengalami semua fase kemanusiaan.
Permainan itu merupakan penampilan dari semua faktor hereditas (waris, sifat
keturunan).
4.
Teori biologis
- Menurut Karl
Groos sarjana jerman, permanan itu mempunyi tugas biologis yaitu melatih
macam-macam fungsi jasmani dan rohani. Disaat bermain anak itu melakukan
penyesuaian hidup terhadap lingkungan hidupnya
- Menurut William
Stern, permainan ini sama pentingnya dengan taktik dan manauver-manauver
dalam peperangan sebagai orang dewasa.
- Jadi permainan merupakan proses pra latihan
dan pra usaha untuk melakukan tugas-tugas hidup yang sebenarnya
5.
Teori pisikologi dalam
Menurut teori ini permainan
merupakan penampilan dorongan-dorongan yang tidak di sadari pada anak-anak orang
dewasa.
- Ada dua dorongan yang paling penting pada
diri manusia :
Menurut Adler adalah dorongan
berkuasa dan menurut Freud, ialah
dorongan seksual atau libido
seksualis
- Adler
berpendapat bahwa permainan memberikan pemuasan atau kompensasi terhadap perasaan-perasaan
lebih yang fiktif sedangkan menurut Freud perasaan-perasaan dan
dorongan-dorongan seksual infantil yang di desakkan kedalam ketidak sadaran
atau didorong didalam bawah sadar untuk menemukan pemuasaan simbolis dalam
bentuk macam-macam permainan
6.
Teori Fenomenologis
Profesor Kohnstamm, menyatakan bawha permainan merupakan suatu fenomena atau
gejala yang nyata mengandung unsur suasana permainan. Dalam suasana permainan
itu terdapat beberapa faktor:
a.
Kebebasan
b.
Harapan
c.
Kegembiraan
d.
Unsur ikhtiar
e.
Siaat untuk mengatasi hambatan serta
perlawanan
Menurut
teori Fenomenologis permainan mempunyai arti dan nilai bagi anak sebai berikut:
1.
Permaian merupakan sarana penting untuk
mensosialisasikan anak, yaitu sarana untuk mengintrodusir anak jadi anggota
suatu masyarakat, agar anak bisa mengenal dan menghargai masyarakat manusia.
2.
Dengan permaian anak bisa mengetes dan
mengukur kemampuan serta potensi diri.
3.
Dalam situasi bermain anak bisa
menampilkan fantasi, bakat-bakat, dan kecenderungannya.
4.
Di tengah permainan itu setiap anak
menghati macam-macam emosi. Anak bermain hanya untuk kesenangan tidak mengharap
prestasi
5.
Permaian itu menjadi alat pendidikan,
karena permaiana bisa memberikan rasa
kepuasan, kegembiraan, dan kebahagiaan kepada diri anak
6.
Permaian memeberikan kesempatan pra-latihan
untuk mengenal aturan-aturan permaian, mematuhi norma-norma dan larangan dan
bertindak secara jujur serta loyal.
7.
Dalam bermaian anak belajar mengunakan
semua fungsi kejiwaan dan fungsi
jasmaniah.
Bentuk permaian bisa kita bagikan
menjadi 3 kelompok yaitu :
1.
Permaian gerakan
2.
Memberi bentuk
3.
Ilusi
Banyak
sarjana berpendapat bahwa pada hakekatnya kegiatan belajar pada anak adalah
bermain. Frobel berpendapat bahwa
permainan bisa memberikan pada anak kesempatan untuk melaksakan fantasinya.
Sedangkan menurut Maria Mantessori bahwa pemainan paling mengutamakan kegiatan
melatih panca indra dan semua fungsi-fungsi maksudnya Mantessori lebih menekankan kegiatan melatih fungsi-fungsi untuk
persiapan kerja di masa yang akan datang.
Langkah-langkah
utama yang bisa diambil setiap pendidik dan orang tua dalam aktifitas bermain
ialah :
1.
Jangan mengganggu anak-anak yang tengah
bermain.
2.
Yang penting ialah bukan jenis alat
permainan akan tetapi berikan kesempatan bermain pada anak itu.
3.
Memberikan ruang bermain yang cukup luas
4.
Dengan memberikan kesempatan bermain
yang kreatif, secara tidak langsung kita bisa mencegah untuk merusak dan
berbuat kriminil
5.
Berikan permainan pada anak yang ideal
6.
Seiring dengan bertambahnya usia anak
diberikan permainan yang menyenangkan dan di tambahkan pula dimensi kerja atau
kesibukan yang bermanfaat.
I.
Arti
Bahasa Bagi Anak
Bahasa
merupakan gejala tipis yang kita jumpai dikalangan masyarakat manusia, juga di
tengah kumpulan binatang. Dalam dunia binatang, bahasa itu tidak hanya
dinyatakan dengan bunyi-bunyian saja, akan tetapi ada kalanya ditampilkan
dengan bahasa-bau seperti pada lebah, dan bahasa ketukan/sentuhan
pada jenis semut. Jika bunyi-bunyi itu mempunyai artikulasi tertentu, yaitu
diucapkan dengan jelas dan mengandung intensi/maksud tertentu. Bunyi-bunyi ini
disebut sebagai bahasa. Bahasa menjadi :
1.
Alat untuk mengungkapkan fikiran dan
maksud tertentu;
2.
Untuk alat berkomunikasi dengan orang
lain,
3.
Dan dipakai untuk membuka lapangan
rokhaniah yang lebih tinggi tarafnya.
4.
Bahasa juga dipakai untuk mengembangkan
fungsi-fungsi tanggapan, perasaan, fantasi, intelek dan kemampuan.
Bahasa
merupakan tanda atau simbol-simbol dari benda-benda, serta menunjuk pada
maksud-maksud tertentu. Dan bahasa selalu menampilkan arti-arti tertentu. Oleh
karena itu bahasa sangat besar artinya bagi anak sebagai alat bantu
mengembangkan fungsi-fungsi rohaniahnya. Namun unsur-unsur bahasa yang
mempunyai nilai budaya inilah yang membedakan dirinya dengan anak binatang.
Menurut
Karl Buhler, di dalam penggunaan
bahasa itu terdapat 3 dorongan utama, yaitu: Kundgabe, Auslosung, Darstellung.
1.
Kundgabe
( Pengumuman, Maklumat, Pemberitahuan) : ada dorongan yang merangsang anak
untuk memberi tahukan isi kehidupan batiniyahnya, yaitu fikiran, harapan,
perasaan dan lain-lain kepada orang lain.
2.
Auslosung
( Pelepasan) : ada dorongan yang kuat pada anak untuk melepasakan kata-kata dan
kalimat-kalimat, sebagai hasil peniruan
3.
Darstellung (Pengungkapan, Penyampain, Pemaparan) : anak
ingin mengungkapkan kelauar segala
sesuatu yang menarik hati dan memikat perhatian.
Clara
dan William Stern membagi perkembangan bahasa anak yang
normal dalam 4 periode perkembangan yaitu:
1.
Prastadium. Pada tahun pertama anak
hanya bisa meraba kemudian menirukan bunyi-bunyi. Mula-mula menguasai huruf
hidup , kemudian huruf mati. Seperti ma-ma, pa-pa, bi-bi dan lain-lain
2.
Masa pertama antara usia 12-18 bulan: stadium
kalimat-satu-kata. Yaitu untuk mengungkapkan satu perasaan atau keinginan.
Contoh : “mama”, dudukkanlah saia dikursi itu!.
3.
Masa kedua: antara usia 18-24 bulan.
Mengalami stadium-nama. Pada saat ini timbul kesadaran bahwa setiap benda
mempunyai nama, dan ingin memahami artinya. Anak mengalami peristiwa
“lapar-kata”; yaitu mau menghafal terus-menerus
kata-kata baru. Dan anak selalu merasa “haus-tanya”.
4.
Masa ketiga: antara usia 24-30 bulan,
mengalami stadium flexi. ( flexi, flexico = menafsirkan, mengikrabkan
kata-kata).
5.
Masa keempat. Mulai usia 30 bulan
keatas, stadium anak kalimat. Anak mulai merangkaikan pokok kaliamat yang
menjadi pokok pemikirananak dengan penjelasannya. Pertanyaan anak kini sudah
menyangkut perhubungan waktu (kapan,bila), dan kaitan sebab
Oleh
pemahan yang masih sangat sederhana dan penguasaan bahasa yang ma sih “miskin”,
sering kali cerita-cerita anak itu berupa keibuan, yang kita kenal sebagai
pseudo-dusta atau kebohongan semu. Pada
periode belajar bahasa tersebut sering kali anak mengalami
periode-gagap. Disebabkan oleh karena anak terburu-buru sekali dalam menyatakan
perasaan dan fikirannya.
Gagap
ini apabila tidak mengalami pengaruh-pengaruh yang buruk (misalnya sering
diolok-olok, ditertawai, dihina dan
lain-lain), akan hilang dengan sendirinya. Sebaliknya, apabila anak mengalami
pengaruh yang buruk dalam jangka waktu yang cukup lama, anak akan mengalami
banyak kesulitan emosional yang serius, berupa: kecemasan, konflik batin dan
lain-lain. Bisa mengalami trauma psikis dan menjadi gagap. Contoh: anak-anak
kidal, apabila ia dipaksakan untuk mengunakan tangan kanannya.
BAB III
KESIMPULAN
Psikologi merupakan
pendidikan umum yang berfungsi untuk menjawab permasalah-permasalah yang ada
pada diri seseorang. Pendidikan psikologi mempunyai peranan yang sangat penting
dalam pengembangan ilmu, karena psikolog memberikan landasan yang sangat
mendasar. Ilmu pendidikan psikologi merupakan sebuah ilmu atau seperangkat
pengetahuan yang tersusun untuk menjelaskan, mengembangkan dan mengontrol
berbagai gejala atau peristiwa, baik yang bersumber dari perkembangan atau
penelitian semua orang atau semua anak manusia.
Berdasarkan uraian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa psikologi dapat memberikan ladasan bagi
pengembangan ilmu karakter penjiwaan seseorang atau manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Kartono
Kartini. Patologi Sosial 3, Masa Kanak-Kanak
1-5 Tahun, Jakarta, Rajawali Press, 1986.
Bernhardt, K.S.
1964. Discipline and Child Guidance.
New York: McGraw-Hill Book Company.
Brigham,
J.C. 1991. Social Psychology. New York: Harpercollins Publisher.
Calhoun, J.F. Acocella, J.R. 1990. Psychology of Adjustment and Human Relationship.
New York: McGraw-Hill, Inc.